Aswaja di Nusantara dan Kemunculan Kelompok Wahabi

Share :

 




Pendiri yang sekaligus sebagai Rais Akbar Nahdlatul Ulama, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy'ari, adalah seorang cendekiawan Muslim yang sangat produktif menulis kitab dalam beragam disiplin ilmu. Salah satu karya beliau adalah kitab Risalah Ahlissunnah wal Jama'ah.

Di dalam kitab ini beliau menjelaskan kelompok yang benar (an-najiyah) dalam memahami akidah dan kelompok yang keliru dalam pemahaman akidah mereka. Tidak hanya itu, KH. Hasyim Asy'ari juga mengkritisi beberapa kesalahan yang dibuat sekelompok orang yang salah tetapi dijadikan sebagai tokoh utama. Beliau memberikan dalil-dalil yang kuat dan hujjah yang meyakinkan serta penjelasan yang sangat akurat.

Salah satu bab dari kitab tersebut yang patut kita kaji dalam buletin ini adalah tentang penduduk Jawa (Nusantara) yang mayoritas menganut akidah Ahlussunnah wal Jama’ah dan kemunculan bermacam bid’ah (kesalahan akidah) di tanah Jawa (lihat kitab Risalah Ahlissunnah wal Jama’ah, hlm. 9-14).

Beberapa poin penting yang dapat kita rangkum dari bab tersebut adalah:

1.     Umat Islam di Jawa (Nusantara) telah menganut akidah ahlussunnah wal jamaah sejak lama.

قَدْ كَانَ مُسْلِمُوا الْأَقْطَارِ الْجَاوِيَةِ فِي الْأَزْمَانِ السَّالِفَةِ الْخَالِيَةِ مُتَّفِقِي الْآرَاءِ وَالْمَذْهَبِ وَمُتَّحِدِي الْمَأْخَذِ وَالْمَشْرَبِ، فَكُلُّهُمْ فِي الْفِقْهِ عَلَى الْمَذْهَبِ النَّفِيْسِ مَذْهَبِ الْإِمَامِ مُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ، وَفِيْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ عَلَى مَذْهَبِ الْإِمَامِ أَبِي الْحَسَنِ الْأَشَعَرِيِّ، وَفِي التَّصَوُّفِ عَلَى مَذْهَبِ الْإِمَامِ الْغَزَالِيِّ وَالْإِمَامِ أَبِي الْحَسَنِ الشَّاذِلِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ أَجْمَعِيْنَ

Umat Islam di Jawa telah bersepakat dan bersatu pandangan dalam ajaran Islam, yakni dalam bidang fiqih mengambil ajaran dari Imam Muhammad bin Idris as-Syafi’i (Imam Syafi’i), dalam bidang pokok-pokok (akidah) agama menganut madzhab Imam Abu Hasan al-Asy’ari, dan dalam bidang tasawuf mengikuti ajaran Imam al-Ghazali dan Imam Abu Hasan as-Syadzili.

Imam-imam tersebut memiliki kredibilitas yang tinggi, ilmu yang daqiq (mendalam dan akurat), serta kealiman yang diakui oleh mayoritas umat Islam di dunia. Inilah yang menjadi alasan mengapa mereka dijadikan panutan (patokan) dalam pandangan keagamaan Islam oleh mayoritas umat Islam di Nusantara.

ثُمَّ إِنَّهُ حَدَثَ فِيْ عَامِ اَلْفٍ وَثَلَاثِمِائَةٍ وَثَلَاثِيْنَ أَحْزَابٌ مُتَنَوِّعَةٌ وَآرَاءٌ مُتَدَافِعَةٌ وَأَقْوَالٌ مُتَضَارِبَةٌ، وَرِجَالٌ مُتَجَاذِبَةٌ، فَمِنْهُمْ سَلَفِيُّوْنَ قَائِمُوْنَ عَلَى مَا عَلَيْهِ أَسْلَافُهُمْ مِنَ التَّمَذْهُبِ بِالْمَذْهَبِ الْمُعَيَّنِ وَالتَّمَسُّكِ بِالْكُتُبِ الْمُعْتَبَرَةِ الْمُتَدَاوِلَةِ، وَمَحَبَّةِ أَهْلِ الْبَيْتِ وَالْأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ، وَالتَّبَرُّكِ بِهِمْ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا، وَزِيَارَةِ الْقُبُوْرِ وَتَلْقِيْنِ الْمَيِّتِ وَالصَّدَقَةِ عَنْهُ وَاعْتِقَادِ الشَّفَاعَةِ وَنَفْعِ الدُّعَاءِ وَالتَّوَسُّلِ وَغَيْرِ ذَلِك.

Pada tahun 1330 H mulai muncul kelompok-kelompok yang berbeda dan saling berseberangan pendapatnya. Di antara mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh pada ajaran para pendahulu (salaf). Mereka menganut madzhab tertentu dan berpegang pada kitab-kitab mu’tabar (diperhitungkan dan sah dijadikan rujukan).

Mereka merupakan pencinta Ahlul Bait Nabi, para wali, dan orang-orang shalih, serta ber-tabarruk (ngalap berkah) kepada mereka ketika masih hidup maupun wafat. Mereka juga berziarah kubur, mentalqin mayit, bersedekah untuk mayit, serta meyakini adanya syafaat, manfaat dari doa,  tawasul, dan sebagainya.

2.     Awal mula kemunculan kelompok wahabi beserta tokoh mereka

وَمِنْهُمْ فِرْقَةٌ يَتَّبِعُوْنَ رَأْيَ مُحَمَّدْ عَبْدُهْ وَرَشِيدْ رِضَا ، وَيَأْخُذُوْنَ مِنْ بِدْعَةِ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْوَهَّابِ النَّجْدِيْ ، وَأَحْمَدَ بْنِ تَيْمِيَّةَ وَتِلْمِيْذَيْهِ ابْنِ الْقَيِّمِ وَعَبْدِ الْهَادِيْ.

Di antara mereka (sekte yang muncul pada tahun 1330 H.) adalah kelompok yang mengikuti gagasan/pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho. Mereka mengambil ajaran bid’ahnya Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdi, Ahmad bin Ibnu Taimiyah beserta kedua muridnya, yaitu Ibnu al-Qayyim dan Abdul Hadi.

فَحَرَّمُوْا مَا أَجْمَعَ الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى نَدْبِهِ ، وَهُوَ السَّفَرُ لِزِيَارَةِ قَبْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَخَالَفُوْهُمْ فِيْمَا ذُكِرَ وَغَيْرِه. قَالَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ فِيْ فَتَاوِيْهِ : وَإِذَا سَافَرَ لِاعْتِقَادِ أَنَّها أَيْ زِيَارَةَ قَبْرِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَاعَةٌ ، كَانَ ذَلِكَ مُحَرَّمًا بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِيْنَ ، فَصَارَ التَّحْرِيْمُ مِنَ الْأَمْرِ الْمَقْطُوْعِ بِهِ.

Mereka mengharamkan apa yang telah disepakati kesunnahannya oleh umat Islam, seperti mengharamkan pergi menziarahi makam Nabi, serta menyelisihi kesepakatan-kesepakatan lainnya.

Salah satu ucapan Ibnu Taimiyah adalah “Jika seseorang pergi menziarahi kubur Nabi Muhammad dengan meyakini bahwa hal tersebut merupakan ketaatan, maka hukum perbuatan tersebut adalah haram sesuai kesepakatan umat Islam. Semua yang haram maka harus ditinggalkan.

قَالَ الْعَلَّامَةُ الشَّيْخُ مُحَمَّدْ بَخِيتْ اَلْحَنَفِيُّ اَلْمُطِيْعِيُّ فِيْ رِسَالَتِهِ اَلْمُسَمَّاةِ تَطْهِيْرَ الْفُؤَادِ مِنْ دَنَسِ الْإِعْتِقَادِ : وَهَذَا الْفَرِيْقُ قَدْ اُبْتُلِيَ الْمُسْلِمُوْنَ بِكَثِيْرٍ مِنْهُمْ سَلَفًا وَخَلَفًا ، فَكَانُوْا وَصْمَةً وَثُلْمَةً فِي الْمُسْلِمِيْنَ وَعُضْوًا فَاسِدًا. يَجِبُ قَطْعُهُ حَتَّى لَا يُعْدِى الْبَاقِيَ ، فَهُوَ كَالْمَجْذُوْمِ يَجِبُ الْفِرَارُ مِنْهُمْ ، فَإِنَّهُمْ فَرِيْقٌ يَلْعَبُوْنَ بِدِيْنِهِمْ يَذُمُّوْنَ الْعُلَمَاءَ سَلَفًا وَخَلَفًا.

Al-‘Allamah Syaikh Muhammad Bakhit al-Hanafi al-Muthi’i, dalam kitabnya berjudul Thathhir al-Fuad min Danas al-I’tiqad (Pembersihan Hati dari Kotoran Keyakinan), mengungkapkan bahwa kelompok tersebut merupakan tantangan serius bagi umat Muslim, baik yang hidup di masa lampau maupun saat ini. Mereka laksana duri dalam daging (musuh tersembunyi) yang akan merusak kesatuan umat Islam.

Oleh karena itu, sangat penting menjauhi dan menghindari penyebaran ajaran mereka agar tidak menular kepada yang lain. Mereka dapat diibaratkan seperti penderita penyakit kusta yang harus dijauhi. Mereka adalah kelompok yang mempermainkan agama mereka sendiri, dengan menghina ulama baik ulama salaf maupun khalaf.

3.     Di antara pemikiran yang salah dari kelompok wahabi.

وَيَقُوْلُوْنَ : إِنَّهُمْ غَيْرُ مَعْصُوْمِيْنَ فَلَا يَنْبَغِيْ تَقْلِيْدُهُمْ ، لَا فَرْقَ فِيْ ذَلِكَ بَيْنَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ يَطْعَنُوْنَ عَلَيْهِمْ وَيُلْقُوْنَ الشُّبَهَاتِ ، وَيَذُرُّوْنَهَا فِيْ عُيُوْنِ بَصَائِرِ الضُّعَفَاءِ ، لِتَعْمَى أَبْصَارُهُمْ عَنْ عُيُوْبِ هَؤُلَاءِ وَيَقْصِدُوْنَ بِذَلِكَ إِلْقَاءَ الْعَدَاوَةِ وَالْبَغْضَاءِ ، بِحُلُوْلِهِمْ اَلْجَوَّ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا ، يَقُوْلُوْنَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ ، يَزْعُمُوْنً أَنَّهُمْ قَائِمُوْنَ بِالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ ، حَاضُّوْنَ النَّاسَ عَلَى اتِّبَاعِ الشَّرْعِ وَاجْتِنَابِ الْبِدَعِ ، وَاللهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُوْنَ.

Mereka (kaum Wahabi) mengatakan, Para ulama bukanlah orang yang terbebas dari dosa, maka tidaklah layak mengikuti (taqlid) kepada ulama, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal.

Kaum Wahabi menyebarkan pandangan ini kepada orang-orang yang minim pengetahuan agama supaya tidak terdeteksi kebodohan mereka. Propaganda kaum Wahabi ini bertujuan memunculkan permusuhan dan kekacauan.

Mereka secara sengaja menyebarkan kebohongan tentang Allah, walaupun mereka sadar akan kebohongan itu. Mereka mengklaim sedang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, padahal yang sebenarnya terjadi adalah mereka sedang mengusik masyarakat dengan dalih mengajak mereka untuk mengikuti syariat dan menjauhi bid'ah. Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka adalah para pendusta.

 

*) Warga Nahdliyyin, Alumnus Universitas Al-Azhar Mesir

Daftar Isi [Tutup]

    Newer
    Older

    0 Comments

    Post a Comment